London (ANTARA News) - Duta Besar Dian Triansyah Djani, Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa, mengakui atas inisiatif Indonesia dan Swiss dalam mendobrak 16 tahun kebuntuan perundingan pemberlakuan Ban Amendment Konvensi Basel yang mengatur pergerakan lintas batas dan pembuangan limbah berbahaya.
Hal itu disampaikan Duta Besar Dian Triansyah Djani yang memimpin Delegasi RI pada Conference of the Parties ke-10 (COP-10) di Cartagena, Kolombia, demikian disampaikan Sekretaris Pertama PTRI Jenewa, Mohammad Kurniadi Koba, yang ikut menghadiri COP kepada ANTARA London, Minggu.
Dalam konferensi COP-10 tersebut, negara-negara Pihak Konvensi Basel berhasil mengadopsi secara konsensus Omnibus Decision yang diajukan Indonesia dan Swiss untuk mendorong pemberlakuan Ban Amendment guna mengefektifkan Konvensi tersebut dengan melarang ekspor limbah berbahaya dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang.
Dubes Djani menjelaskan bahwa sebagai negara dengan lebih dari 17 ribu pulau, Indonesia memandang penting kerjasama internasional yang melarang pergerakan lintas batas dan pembuangan limbah berbahaya.
Dikatakannya diadopsinya inisiatif Indonesia dan Swiss secara aklamasi oleh negara-negara maju dan berkembang adalah keberhasilan kerja keras dan diplomasi Indonesia selaku Presiden COP-9 Konvensi Basel, yang selama tiga tahun ini terus aktif bersama dengan Swiss mengupayakan agar Ban Amendment dapat segera diberlakukan, ujar Dubes Djani setelah Omnibus Decision berhasil disahkan oleh COP-10.
Selain pendekatan diplomatik, Indonesia dan Swiss juga telah melakukan kampanye di berbagai forum dan di seluruh ibukota negara pihak Konvensi Basel guna menggalang dukungan bagi Omnibus Decision. Kerja keras dan kepemimpinan Indonesia dan Swiss mendapat apresiasi dengan standing ovation dari seluruh delegasi COP-10 sesaat setelah disahkannya keputusan tersebut.
Sementara itu Deputi Menteri Lingkungan Hidup, Masnellyarti Hilman mengatakan Indonesia siap bekerjasama dan mendorong negara-negara pihak Konvensi Basel untuk menindaklanjuti keputusan COP-10 mengenai Ban Amendment dengan implementasi nyata.
Konvensi Basel yang mulai berlaku sejak tahun 1992 merupakan perjanjian internasional yang paling komprehensif menyangkut limbah berbahaya. Konvensi yang beranggotakan 178 negara pihak tersebut bertujuan melindungi lingkungan hidup dan kesehatan manusia dari dampak berbahaya yang ditimbulkan limbah berbahaya dan beracun, termasuk dari pergerakan lintas batas dan pembuangannya.
Ban Amendment untuk lebih mengefektifkan Konvensi Basel, yaitu pelarangan ekspor limbah berbahaya dari negara maju ke negara berkembang yang tidak memiliki kapasitas pengelolaan limbah, telah disepakati sejak tahun 1995. Inisiatif Indonesia dan Swiss yang telah diadopsi di Cartagena akan segera memberlakukan Ban Amendment yang telah lama tertunda.
Hal itu disampaikan Duta Besar Dian Triansyah Djani yang memimpin Delegasi RI pada Conference of the Parties ke-10 (COP-10) di Cartagena, Kolombia, demikian disampaikan Sekretaris Pertama PTRI Jenewa, Mohammad Kurniadi Koba, yang ikut menghadiri COP kepada ANTARA London, Minggu.
Dalam konferensi COP-10 tersebut, negara-negara Pihak Konvensi Basel berhasil mengadopsi secara konsensus Omnibus Decision yang diajukan Indonesia dan Swiss untuk mendorong pemberlakuan Ban Amendment guna mengefektifkan Konvensi tersebut dengan melarang ekspor limbah berbahaya dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang.
Dubes Djani menjelaskan bahwa sebagai negara dengan lebih dari 17 ribu pulau, Indonesia memandang penting kerjasama internasional yang melarang pergerakan lintas batas dan pembuangan limbah berbahaya.
Dikatakannya diadopsinya inisiatif Indonesia dan Swiss secara aklamasi oleh negara-negara maju dan berkembang adalah keberhasilan kerja keras dan diplomasi Indonesia selaku Presiden COP-9 Konvensi Basel, yang selama tiga tahun ini terus aktif bersama dengan Swiss mengupayakan agar Ban Amendment dapat segera diberlakukan, ujar Dubes Djani setelah Omnibus Decision berhasil disahkan oleh COP-10.
Selain pendekatan diplomatik, Indonesia dan Swiss juga telah melakukan kampanye di berbagai forum dan di seluruh ibukota negara pihak Konvensi Basel guna menggalang dukungan bagi Omnibus Decision. Kerja keras dan kepemimpinan Indonesia dan Swiss mendapat apresiasi dengan standing ovation dari seluruh delegasi COP-10 sesaat setelah disahkannya keputusan tersebut.
Sementara itu Deputi Menteri Lingkungan Hidup, Masnellyarti Hilman mengatakan Indonesia siap bekerjasama dan mendorong negara-negara pihak Konvensi Basel untuk menindaklanjuti keputusan COP-10 mengenai Ban Amendment dengan implementasi nyata.
Konvensi Basel yang mulai berlaku sejak tahun 1992 merupakan perjanjian internasional yang paling komprehensif menyangkut limbah berbahaya. Konvensi yang beranggotakan 178 negara pihak tersebut bertujuan melindungi lingkungan hidup dan kesehatan manusia dari dampak berbahaya yang ditimbulkan limbah berbahaya dan beracun, termasuk dari pergerakan lintas batas dan pembuangannya.
Ban Amendment untuk lebih mengefektifkan Konvensi Basel, yaitu pelarangan ekspor limbah berbahaya dari negara maju ke negara berkembang yang tidak memiliki kapasitas pengelolaan limbah, telah disepakati sejak tahun 1995. Inisiatif Indonesia dan Swiss yang telah diadopsi di Cartagena akan segera memberlakukan Ban Amendment yang telah lama tertunda.
http://www.antaranews.com/berita/281133/indonesia-dan-swiss-atasi-kebuntuan-konvensi-basel
0 komentar:
Posting Komentar